Sering kali saya di tanya, “Berapa nomor WA-nya, Kang?” oleh beberapa teman lama maupun kenalan baru. Lantas saya menjawab, “Maaf nggak punya.” Padahal di zaman now ini, WA atau WhatsApp merupakan aplikasi “wajib” yang harus dimiliki. Tapi mengapa saya nggak punya atau nggak pakai WA?
WhatsApp bagi saya bukan “mainan” baru. Bahkan sewaktu android belum booming, saya sudah install aplikasi WA di handphone Nokia N95 yang menggunakan os Symbian.
Sampai pada akhir 2010, WhatsApp menduduki posisi peringkat ke 3, untuk aplikasi paling laris yang diunduh melalui nokia Ovi Store, setelah Swype dan NHL game center premium.
Seingat saya, aplikasi yang awalnya untuk pengguna iPhone itu tidak banyak menerima pesan masuk. Entah masih kalah dengan BBM atau belum banyak perangkat yang mendukung aplikasi tersebut. Bahkan setelah saya pakai android pun, masih jarang yang menggunakan WA.
Dengan boomingnya smartphone android serta diakuisisinya WA oleh Facebook, sepertinya WA mulai banyak digunakan orang. Tapi semenjak itulah saya malah meninggalkan WA.
Ada beberapa penyebab mengapa saya tidak pakai WhatsApp lagi.
Smartphone Android saya diminta anak pertama. Beli lagi, diminta anak lagi oleh anak kedua. Yah sebagai orang tua mengalah, apalagi saya jarang menggunakannya dan lebih banyak menggunakan handphone Nokia yang cuma bisa telpon dan sms saja.
Mengingat saya terkadang perlu browsing-browsing dan buka email jika ke luar kota, maka saya beli tablet Asus Fonpad 7 dengan harapan nggak diminta anak lagi karena ukurannya yang besar. Tapi, malah di minta istri saya. Kelak di kemudian hari tablet nggak dipakai lagi oleh istri saya karena sudah beli smartphone android.
Akhirnya, tablet saya gunakan kembali jika ke luar kota. Saya pun mencoba mengaktifkan WA.
Entah kapan, tiba-tiba nomor WA saya dimasukkan ke dalam beberapa grup mulai dari alumni SD hingga Kuliah. Belum lagi dari grup-grup lain. Awalnya saya mengikuti. Namun, makin hari isi WA semakin ramai dan banyak hal-hal yang nggak perlu, mereka share.
Pernah, suatu ketika beberapa hari tablet saya matikan. Ketika dihidupkan, beberapa saat kemudian malah “Hang”. Ternyata sumber berasal dari pesan WA yang antri untuk diloading. Jumlahnya sampai puluhan ribu.
Beberapa kali kejadian terulang. Rupanya tablet saya tidak kuat lagi (termasuk tablet jadul sih.). Padahal tidak banyak aplikasi yang saya Install. Akhirnya tablet saya restart ulang, kembali ke default pabrik. Ternyata tablet kembali normal.
Sejak itu, saya nggak pakai WA. Namun nomor hp tetap menggunakan nomor yang biasa dipakai WA sehingga jika ada orang yang mencoba menghubungi saya lewat WA jelas tidak akan terkirim sebab nomor tersebut saya pakai di hp yang lebih utama untuk telpon dan sms. Selain itu, WA cukup menyita waktu jika saya layani.
Terus terang, terkadang ada kendala dalam urusan tertentu. Ada beberapa pihak yang membutuhkan WA untuk tujuan tertentu dan sering kali berhubungan dengan blogging. Meskipun saya bukan profesional, sering kali mendapatkan order publikasi artikel maupun konsultasi masalah ngeblog.
Makanya, jika ada yang bertanya, “Berapa nomor WA-nya, Kang?” Saya akan menjawab, “Maaf nggak punya.”
Kalau saya masalahnya lain lagi kang.
Aplikasi WA di Iphone jadul saya minta di update,
tapi jadinya kita harus membeli iphone yang baru lagi dong.
Akhirnya saya putuskan untuk memakai line mulai sekarang =)
Memang WA, Line atau yang sejenisnya untuk saat ini membantu. Tapi share yang nggak penting itu, bikin sebel.