Ketika mencari lagu-lagu tempo dulu di youtube, saya cukup lama berhenti di salah satu klip Alm. Bing Slamet saat menyanyikan lagu genjer-genjer. Lagu dan liriknya mengingatkan saya kepada Almarhumah Ibu saya. Ketika masih kecil, saya pernah mendengar Ibunda menyenandungkan tersebut meski dengan suara lirih hampir tak jelas.
Saya tidak tahu kenapa lagu tersebut menjadi identik dengan Partai Komunis Indonesia? Padahal lirik jauh dari istilah-istilah komunis atau bukan seperti lagu penyemangat yang heroik. Bahkan sangat sentimental dan dengan syair yang sederhana.
Lirik lagu genjer-genjer
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Emak’e thole teko-teko mbubuti genjer
Emak’e thole teko-teko mbubuti genjer
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tolah-toleh
Genjer-genjer saiki wis digowo mulih
Genjer-genjer esuk-esuk didol ning pasar
Genjer-genjer esuk-esuk didol ning pasar
Dijejer-jejer diuntingi podho didhasar
Dijejer-jejer diuntingi podho didhasar
Emak’e jebeng podho tuku nggowo welasah
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Setengah mateng dientas yo dienggo iwak
Setengah mateng dientas yo dienggo iwak
Sego sak piring sambel jeruk ring pelonco
Genjer-genjer dipangan musuhe sego
Kalau diterjemahkan secara bebas artinya, sebagai berikut:
Tanaman genjer di sawah berhamparan sangat banyak
Ibu si bocah datang mencabut genjer
Dapat sebakul terus berpaling tanpa menoleh
Genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer pagi hari dijual ke pasar
Diikat ditata berjajar digelar di bawah
Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa keranjang bambu
Genjer sekarang akan dimasak
Genjer-genjer dimasukkan ke air mendidih dalam periuk Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring dan sambal jeruk ada di dipan
Genjer pun dimakan bersama nasi
Pencipta lagu Genjer-genjer
Lagu dan lirik Genjer-genjer diciptakan oleh Muhammad Arief seorang seniman angklung dari Banyuwangi, pada tahun 1942. Sedangkan Genjer (Limnocharis flava) adalah tanaman gulma sejenis enceng gondok yang tumbuh di sawah atau rawa–rawa.
Kalau kita resapi lirik lagu tersebut, sepertinya tidak mempunyai arti yang berlebihan, cuma sekedar bercerita tentang tanaman yang tumbuh liar bisa menjadi santapan yang lezat bahkan bisa diperjualbelikan.
Beberapa pendapat mengatakan, syair di dalamnya mengandung kritik sosial, menyindir penguasa di masa pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, kondisi rakyat semakin sengsara dibanding penjajahan sebelumnya. Hal itu menyebabkan tanaman genjer yang biasanya dikonsumsi oleh ternak, menjadi santapan lezat sebagai pengganti daging.
Kepopuleran lagu tersebut semakin terkenal semenjak masa setelah merdeka, karena dinyanyikan oleh musisi terkenal waktu itu seperti Bing Slamet dan Lilis Suryani. Kemungkinan, ketenaran lagu ini akhirnya dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa 1959 – 1966 ( Masa Demokrasi Terpimpin) untuk dimanfaatkan sebagai salah satu lagu propaganda. Ada cerita lain, saat Nyoto salah satu petinggi PKI sewaktu datang ke Banyuwangi disuguhi lagu genjer-genjer dan tertarik serta meminta dijadikan lagu propaganda karena lirik lagu yang mengambarkan penderitaan warga desa. Maka banyak orang mulai mengasosiasikan lagu genjer-genjer sebagai lagu PKI yang disukai dan dinyanyikan pada berbagi kesempatan.
Akibat Peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965 rezim Orde Baru yang anti-komunis melarang menyebarluaskan atau menyanyikan lagu ini. Muhammad Arief sebagai pencipta lagu adalah salah satu target kemarahan massa. Arief adalah mantan anggota TNI berpangkat Sersan anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi dari PKI, sekaligus aktivis Lembaga Kesenian Rakyat atau Lekra, lembaga kebudayaan di bawah PKI,. Muhammad Arief melarikan diri bersama anggota Lekra/PKI yang lain.
Sinar Syamsi (53) anak Muhammad Arief dan Suyekti menceritakan, tidak lama setelah peristiwa G30S meletus di Jakarta, terjadi demonstrasi besar di Alun-Alun Kota Banyuwangi. Demonstrasi itu menuntut agar para anggota PKI ditangkap.
“Orang-orang menyerbu ke rumah saya di Kawasan Tumenggungan Kota Banyuwangi, mereka membakar rumah dan seisinya. Setelah itu nasib bapak tidak mendengar lagi hingga sekarang,” kenang Syamsi yang ketika peristiwa itu terjadi berumur 11 tahun.
Informasi terakhir didapat adalah tertangkap dan dibawa di markas CPM Malang.Sedangkan nasib pencipta lagu saat ini tidak diketahui keberadaannya.
Genjer santapan yang lezat
Lagu genjer-genjer bukan secara khusus diciptakan untuk PKI dan tidak ada hubungan dengan ajaran komunis, hanya saja si pencipta lagu adalah seorang anggota PKI. Lagu itu adalah musik universal.
Saat ini, di era reformasi, lagu genjer-genjer sudah mulai bisa diperdengarkan atau dimainkan oleh kelompok musik tertentu. Bahkan Sebuah band dari Los Angeles, Dengue Fever, membawakan lagu itu dalam bahasa Khmer. Menilik judul lagu masih memakai ejaan lama “gendjer-gendjer” kemungkinan lagu ini sudah dikenal di Vietnam dan sekitarnya tahun 60’an. Artinya sudah Go International.
Terlepas dari semua di atas, sampai saat ini genjer merupakan makanan yang lezat untuk disantap. Bisa untuk pecel, rujak sayur, atau ditumis. Masyarakat Banyuwangi pasti tidak asing dengan olahan tanaman ini, dan saya pun menyempatkan mencicipi masakan genjer ketika pulang ke Banyuwangi.
akhirnya dapat juga blog ini…dan baru tahu alasan kenapa lagu genjer" jadi lagu terlarang di era orde baru…padahal iramanya bianyuwangai bianget…mungkin karena interpretasi liriknya yg sedemikian rupa ya sehingga bisa dikait"kan dengan peristiwa di tahun 1965 tsb…
teringat masa kecil, ketika sering dinyanyikan lagu ini. makasih sharingannya mas sangat bermanfaat sekali
Kang, saya minta ijin ngeshare di fesbuk ya….
Monggo, silahkan dengan senang hati 🙂
Terima kasih atas infonya. Saya jadi tertarik terutama setelah membaca Seri Buku TEMPO "LEKRA dan Geger 1965" (2014). Pada halaman 116-122 ada catatan tentang Muhammad Arief, pencipta lagu Genjer-genjer dan kisah tragis hidupnya hanya karena lagu ini diadopsi oleh Njoto sebagai lagu propaganda PKI karena menggambarkan penderitaan rakyat Banyuwangi saat pendudukan Jepang. Muhammad Arief adalah salah satu korban Orba yang bernasib sama seperti ribuan lainnya yang hilang (seperti nasib penyair Wiji Thukul).
Terima Kasih atas masukkannya..
Betapa merdu lagu ini. Ingatan melayang ketahun 60-an, meski saya belum lahir, betapa "kisruh"nya diera itu akibat "tragedi 65". saya pandangi tiada bosan rumah besar tetangga saya , yang konon menjadi sentral kegiatan PKI, yang kini sepi menyisakan seribu misteri
lagu merdu..
Coba kalo di pidio nya itu Kang Andre yang nyanyiin.. pasti keren… hehehhe
Lagu genjer-genjer korban keadaan saja (politik banyak kepentingan pada saat itu), padahal ya hanya menceritakan keadaan keluarga yang memang ekonomi pada saat itu sulit dan genjerpun jadi lauk makan yang nikmat. Kebetulan sayapun suka makan sayur/lalap genjer kukus pakai sambal terasi uenak tenan.
hahaha kemaren ada yang nyanyi ini waktu karokean , saya terbengong karena tidak tau artinya ..
dan yang saya lihat hanya videonya 😀
Saya sebagai anak band meski belum terkenal dan udah vacuum malah hehe. Penyelewengan lagu genjer-genjer menjadi jenderal jenderal merupakan sebuah taktik politik yang sangat kotor dan mungkin juga otak si oknum terkait yang sudah expired. Itu melanggar hak cipta juga lho, kalau sekarang sih bisa dituntut kali ya. Maklum jaman jenderal jagal besar, yang penting bapak senang dan benar menyataken (red-ken)
Lagu nya easy listening, slowdown dan lirik lagunya ringan sederhana kok. Mungkin cma orang otaknya udah expired kali ya, lirik genjer-genjer jadi jenderal-jenderal? Brarti generasi era orde baru banyak yg di doktrinisasi pemikiran yang goblog kuadrat seperti ini (kecuali yg masih bisa mikir secara jernih).
Waktu kecil pernah ngambil genjer di sawah orang untuk di jual cuma dimarahin ibu ( almh ) ,,,kalo di masak enak banget apalagi sama ikan teri…. Ternyata sama juga ya namanya genjer dari sunda dan jawa…kirain beda.. Lagunya juga belum pernah dengar kang..
liriknya mantap kang tapi tidak tahu lagunya,karena lagu dulu belum begitu paham
Tumis genjer enak banget. Ngga nyangka ada cerita kelam dibalik nama genjer
baru tau sejarah nya ni lagu..
saya merasa heran mengapa lagu ini dilarang di indoensia